WARSONO
PELOPOR PENGHAPUS KUSTA DI KABUPATEN SUKOHARJO
Saya Warsono seorang OYPMK (Orang Yang Pernah Mengalami Kusta), tinggal di Pundungsari Rt 2/7,Ngasinan, Bulu, Sukoharjo. Sebenarnya Saya mengalami kusta sejak tahun 2003 dan sudah berobat namun tidak teratur. Dari tidak rutinnya saya berobat mengakibatkan di juni 2009 saya harus dirujuk ke Rumah Sakit Kelet di Jepara untuk di rawat. Hampir selama 10 tahun saya bolak balik ke Rumah Sakit dengan 4,5 tahun harus mondok. Saking parahnya, saya sempat mengalami reaksi 10 kali dan sempat koma 5 kali. Penyakit ini memburuk dan mengakibatkan saya harus mengalami disabilitas, kedua tangan saya memendek dan kaku (Kiting/jawa) sampai akhirnya pada tanggal 12 desember 2012 merelakan kaki kiri saya untuk diamputasi.
Akhirnya di november
2013 saya kembali ke rumah di Sukoharjo. Setelah pulang saya sempat selama 1
tahun menutup diri , rendah diri, dan
malu untuk bersosialisasi ke masyarakat. Saat itu untuk berjalan saya
menggunakan walker. Lingkungan masyarakat di sekitar rumah saat itu masih ada
stigma negative dan takut tertular.
Suatu waktu Ponakan memperkenalkan Saya dengan Mas Edy Supriyanto ketua perkumpulan difabel SEHATI Sukoharjo. Dia mengajak saya untuk mengikuti pertemuan rutin SEHATI. Oleh Ponakan, saya diantar naik sepeda motor ke Sukoharjo.
Dari mengikuti pertemuan SEHATI, hati saya terbuka. Ternyata banyak juga difabel yang mengikuti pertemuan, ada hampir 40 difabel dan diantaranya banyak difabel yang mengalami disabilitas lebih parah dari saya. Dengan pertemuan SEHATI ini saya berkenalan dengan anggota SEHATI dan saling tukar informasi dan bahkan ada kegiatan rekreasinya juga. Pertemanan di SEHATI ini sudah seperti saudara dan ini yang membuat saya tambah semangat untuk melanjutkan hidup untuk lebih percaya diri dan berguna bagi banyak orang.
Dan akhirnya di tahun 2019 mendapatkan prosthese kaki palsu dan itu juga sangat membantu menambah kepercayaan diri saya. Saya mulai keluar dari rumah untuk bersosialisasi di lingkungan masyarakat. Saya tidak peduli dengan pandangan masyarakat lagi dan berprinsip (Lu lu, Gue gue kaya orang Jakarta). Biasanya sholat sendiri di rumah, saya mulai ikut solat barjamaah rutin ke masjid. Saya memberanikan diri untuk menjadi pengumandang adzan untuk memanggil orang agar sholat berjaamah ke masjid. Mulai dari situ mulai ke kegiatan lain dengan mendatangi pertemuan RT yang ada di kampung.
Untuk penghasilan, saya mulai merawat kebun di rumah dan menanaminya dengan berbagai tanaman pisang. Beberapa pedagang datang ke tempat saya untuk mencari pisang untuk dijual kembali. Perkenalan dengan pedagang ini saya manfaatkan untuk mulai berbisnis dengan menjualkan pisang dan hasil kebun tetangga di sekitar rumah.
Akhir juni 2021, saya bertemu dengan Mas Eko dan tim SEHATI dan mengajak untuk ikut bergabung melakukan kegiatan Pengembangan Desa Inklusi Ramah Kusta dan Disabilitas di Kecamatan Bulu. Saat itu ada ide untuk mengumpulkan OYPMK yang ada di kecamatan Bulu di rumah Bapak Parimin di Desa Kamal, dimana ada kesepakatan untuk membentuk kelompok Perawatan Diri (KPD) di Kecamatan Bulu dan Saya di tunjuk untuk menjadi ketuanya. Mulai dari situ Saya dipaksa untuk mewakili OYPMK di kegiatan yang dilakukan oleh SEHATI. Saya belajar dan praktek langsung melakukan advokasi ke pemerintah desa Ngasinan untuk membentuk SHG Desa, bertemu dengan Kepala Puskesmas Bulu untuk lebih memperhatikan Kusta dan OYPMK di kecamatan Bulu dan melakukan audit aksesibilitas di layanan Puskesmas Bulu. Pada saat itu Saya menyampaikan kebutuhan Kusta dan OYPMK yang selama ini mulai kurang mendapat perhatian. Mulai dari masih banyaknya Kusta dan OYPMK yang tidak percaya diri yang membutuhkan motivasi sesama, kebutuhan layanan perawatan luka, kasus kusta baru yang semakin bertambah, stigma kusta di masyarakat dan belum ada oragnisasi kusta dan OYPMK yang menjadi wadah untuk melakukan advokasi tentang kusta di Sukoharjo.
Untuk melakukan kegiatan tersebut, kemana-mana Saya tergantung ke ponakan untuk mengantarkan. Padahal dia juga harus membagi waktunya untuk bekerja dan itu tidak bisa dilakukannya terus menerus. Dari itu akhirnya 11 desember 2021 Saya memutuskan untuk membeli motor dan memodifiksinya menjadi roda 3 untuk alat mobilitas.
Pada pertengahan 2022 saya diminta untuk mewakili SEHATI Bersama Mas Danang dari Mojolaban, Sukoharjo untuk mengikuti pelatihan CO di Jogjakarta. Saya belajar bagaimana melakukan pengorganisasian masyarakat dan harus di praktekkan langsung selama 6 bulan di Kecamatan Bulu. Saya dan Mas Danang di tantang untuk melakukan kegiatan sendiri di masyarakat, mulai dari pendataan kusta dan OYPMK, penyadaran ke masyarakat tentang kusta, peer motivasi ke kusta dan OYPMK yang masih tertutup dan pertemuan rutin untuk penguatan OYPMK di KPD. Peran Saya sebagai narasumber dan teman berbagi tentang pengalaman saya selama mengalami sakit kusta dan bagaimana saya bisa bangkit mandiri dan bersosialisasi dengan masyarakat. Selain itu juga menjelaskan tentang penyakit kusta itu sendiri yang bisa sembuh dan tidak perlu di sembunyikan. Di KPD sendiri saya mendorong OYPMK untuk selalu terlibat bersosialisasi dengan masyarakat dan melaporkan jika ada kasus kusta di sekitar dan memberikan peer motivasi untuk menguatkan agar berobat rutin.
Dari kegiatan yang dilakukan ada temuan data kusta dan OYPMK tersebar tidak hanya di kecamatan Bulu saja. Masih ada kasus kusta baru dan diantaranya kusta dan OYPMK masih tertutup. Ada penolakan dari Puskesmas dan masyarakat terutama keluarga yang menganggap itu menjadi masalah privasi dan tidak boleh orang tahu. Dari situ aku punya keinginan dan niat untuk lebih menguatkan KPD yang ada untuk menjadi sebuah organisasi yang mampu melakukan advokasi tentang kusta dan pemberdayaan OYPMK tidak hanya di tingkat Kecamatan Bulu namun juga di Kabupaten Sukoharjo. Untuk itu saat ini saya Bersama SEHATI sedang melakukan advokasi ke Dinas Sosial Sukoharjo untuk menjadikan organisasi KPD sebagai salah satu Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) di Kabupaten Sukoharjo.
Perubahan yang Saya
rasakan selama terlibat di kegiatan, Saya secara perlahan percaya diri dan sudah
berani berbicara di depan untuk memimpin sebuah kegiatan, bisa menjadi
narasumber tentang kusta, mampu mengorganisir dan memfasilitasi kegiatan di
masyarakat.
Di linkungan pemerintah desa dan masyarakat, Stigma kusta semakin kurang yang ditunjukkan adanya kepercayaan yang diberikan ke saya untuk menjadi pengumandang adzan di Masjid dan dilibatkan di kegiatan pertemuan dan kegiatan di masyarakat. Di kegiatan kerja baktipun saya dilibatkan seperti yang lain sesuai dengan kemampuan saya. Jika saya tidak keluar rumah karena sakit ataupun sedang berpergian mendapatkan perhatian dengan bertanya ‘Kemana pak Warsono kok tidak keluar ‘
Pembelajaran yang
di dapatkan, motivasi sesama, pelibatan kusta dan OYPMK dan kegiatan yang
melibatkan semua unsur di masyarakat akan semakin mengurangi stigma kusta.
Namun demikian stigma di mayarakat Saya sudah berkurang, bisa jadi permasalahannya
justru ada di kusta atau OYPMK sendiri dan keluarga kusta yang masih menganggap
kusta sebagai hal yang privasi. Sehingga sebelum melakukan motivasi sesama
butuh assessment persiapan untuk tentang keadaan dan merancang strategi
pendekatan yang berbeda.
Komentar