Anak Difabel Berhak Bersekolah di Lokasi Dekat Tempat Tinggalnya



Anak difabel berhak untuk mendapatkan pendidikan di sekolah (umum) yang dekat dengan lokasi tempat tinggalnya. Demikian bunyi salah satu pasal pada perubahan atas perda nomor 3 tahun 2015 tentang penyelenggaraan perlndungan anak. Dalam public hearing yang digelar oleh bagian hukum setda dan Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (KPPKB) kabupaten Sukoharjo di Rumah Makan Embun Pagi, Jumat (12/8).
Selama ini terkesan para pemangku kebijakan di dunia pendidikan sulit membedakan antara sekolah inklusi dan pendidikan inklusif. "Kalau sekolah inklusi itu adalah sekolah yang ditunjuk untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif. Tetapi amanat undang-undang pendidikan sendiri., pendidikan inklusif adalah sistem, bukan sekolahnya. Ketika sekolah yang dekat tidak mampu memberikan layanan terhadap anak difabel maka boleh merujukkan ke sekolah khusus atau sekolah inklusi yang ditunjuk. Tetapi bukan berarti tanpa ada assesment dan guru langsung menolak. Itu yang perlu dilindungi,"ujar Edy Supriyanto. Edy juga menambahkan bahwa aksesibilitas ada dalam sistem pendidikan inklusif. Dan semestinya setiap sekolah memenuhi hal tersebut.
Edy menegaskan bahwa hak mendapatkan pendidkan oleh anak difabel dalam pasal-pasal perubahan tersebut sudah ada tetapi belum ada yang memuat tentang hak untuk bersekolah di lokasi yang dekat dengan tempat tinggalnya. Hal tersebut semestinya dicantumkan dalam ayat tersendiri. Baru kemudian untuk mengawal implementasi, dibuatkan perbup.
Beberapa bunyi pasal juga diisulkan diubah terkait jaminan hak bagi anak difabel. Di antaranya adalah usulan untuk menghilangkan kata "bantuan" diubah menjadi hak perlindungan dan jaminan sosial. Hal ini merujuk kepada Undang-Undang nomor 8 tahun 2016. Di situ disebutkan pada salah satu ayat dan pasal, bahwa penyelenggaraan kesejahteraan sosial meliputi : a. Rehabilitasi sosial, b. Jaminan sosial, c. Pemberdayaan sosial, d. Perlindungan sosial.
Forum juga menyepakati bahwa ada perubahan untuk satu kata "rahasia" untuk melindungi anak yang berhubungan dengan masalah hukum. "Ketika anak menjadi pelaku atau korban, itu malah disembunyikan. Sebenarnya kalimat "rahasia" yang dirahasiakan adalah identitasnya. Ketika anak masuk shelter dirahasiakan, tetapi tidak untuk dirahasiakan. Tetapi di shelter itu untuk diberi perlindungan. Ketika anak masuk shelter semua orang tahu, tetapi identitasnya yang tidak tahu. Anak yang berkasus bisa jadi ada orang yang mengintimidasi. Jadi mau tidak mau ya harus dilindungi," pungkas Edy Supriyanto.

sumber berita : www.solider.or.id

Komentar

Postingan Populer