Dengan telah di ratifikasinya UN CRPD oleh DPR RI pada bulan November 2011 dengan UU No. 19 tahun 2011, mejadi tonggak sejarah penting dalam peningkatan program Perlindungan maupun Pemberdayaan Difabel sebagaimana di amanatkan dalam Conventin tersebut.
kabupaten Sukoharjo sejak tahun 2009 telah memliki Peraturan daerah tentang difabel yaitu Perda No. 7 tahun 2009 dan Perbup No. 21 tahun 201o sebagai petunjuk pelaksanaanya, hal inilah yang menjadi acuan pemrintah daerah untuk tidak lagi menggap remeh persoalan difabelitas (kecacatan) sehingga menjadi kewajiban semua Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk memberdayakan difabel.
Paguyuban difabel SEHATI Kabupaten Sukoharjo senantiasa melakukan advokasi kebijakan terkait dengan Program perlindungan Sosial terhadap Difabel sampai tahun 2012 sudah ada beberapa kemajuan antara lain :
1. Jaminan Kesehatan bagi semua difabel baik kaya atau miskin
2. Adanya beberapa Kantor Pemerintah yang sudah ada Ramp, termasuk di Gedung Graha Satya Praja yang digunakan sebagai tempat kegiatan resmi, Pembangunan Puskesmas Tawangsari yang aksesibel, Gedung Perpustaan dan Arsip Daerah, RSUD.
3. Adanya Pemberdayaan Difabel melalui KUBE yang dialokasikan dana 300 juta untuk 10 KUBE.
4. Bupati Sukoharjomewajibkan semua BUMD untuk bisa menerima difabel bekerja di BUMD.
5. Adanya Perda No. 9 tahun 2010 tentang bangunan yang mensyaratkan Aksesibilitas dalam IMB.
6. Pemberdayaan difabel tidak hanya dilakukan oleh Dinas Sosial namun oleh Dinas yang lain, Dinas Koperasi UMKM ( pendampingan Koperasi difabel, permodalan UKM), Disnaker Pelatihan di BLK, Dishupinfokom pelatihan IT, Disperindag fasilitasi dengan Industri pemanfaatan kain Perca/BS, Dinas Kesehatan menyediakan kursi roda adaptif melalui Psioterafi yang sudah dilatih.
7.Terbentuknya Tim Monev Program Perlindungan dan Pemberdayaan DifabelBM) yang terdiri dari TP PKK, PMI, dan Stakeholder yang lain termasuk DPO ( organisasi Difabel)
8. Sukoharjo menjadi daerah yang dipercaya sebagai best practice untuk Program Perlindungan Sosial terhadap difabe oleh BAPPENAS, dan Pemerintah German melalui GIZ serta Pusat Kajian Disabilitas Universitas Indonesia.
Jadi Perlindungan Sosial terhadap Difabel bukan lagi menjadi tanggungjawab Dinas Sosial, difabelitas adalah persoalan semua orang karena semau orang tentu pernah dan akan difabel baik karena usia maupun penyakit serta kecelakaan, pada hakekatnya program pembangunan untuk semua termasuk difabel.
Dalam Perspektif pembangunan seharusnya orang dengan Difabelitas tidak dipandang disabiitasnya (Kecacatannya) namun harus di lihat dari abilitasnya (kemampuan) yang dimiliki, karena semau manusi pasti memiliki kemampuan berbeda-beda. Sehingga tidak lagi persoalan sosialnya saja yang menjadi persoalan namun juga persoalan lain pada umumnya.
Edy Supriyanto
Komentar